Jumat, 08 Juni 2012

Mencari Jalan Ke Surga

Suatu ketika ada sebuah kisah tentang
Seorang guru yang putus asa terhadap muridnya
Sang guru sangat mengeluhkan kemampuan berpikir dan menghafal sang murid
"Mengapa engkau juga tak paham bait-bait kalam Allah yang kuajarkan?
Apakah engkau memang sungguh tak berniat untuk belajar
Atau engkau sedang bosan?"

Sang murid hanya terdiam
Pertanyaan sang guru tak mampu ia jawab
Mungkin karena ia takut
Atau juga tak hendak menyampaikan apa isi hatinya
Pertanyaan sang guru menjadi beban pikiran berhari-hari
Belum lagi ejekan dari teman-teman
Yang mengatakan bahwa otaknya bebal seperti batu

Hari demi hari sang murid hanya termangu seorang diri
Di kelas lebih banyak melamun
Sehingga sang guru bertambah kesal dan akhirnya mengusirnya keluar
Murid itu berjalan gontai ke tepi sungai
Di sana ia duduk memandang air yang mengalir
Dari hulu ke hilir

"Duhai, guruku, maafkan aku yang bodoh ini
Andaikan otakku lancar seperti layaknya air ini
Yang mengalir jernih, lancar sampai tujuan, niscaya aku pasti tidak berada di luar sini."
Namun, keluhan itu tampaknya hanyut begitu saja seperti terbawa aliran sungai yang dilihat
Tak berbekas, tak ada sisa, percuma

Ketika senja menjelang
Para murid segera pulang
Namun, sang murid satu yang termenung itu
Tak ingin pulang
Walau beragam ejekan terlontar dari murid-murid sang guru yang lain:
"Otakmu keras seperti batu,
Pikiranku seperti es yang beku,
Kamu murid yang malas menghafal dan bodoh,"

Ah, senja itu, senja paling kelam bagi sang murid
Airmatanya jatuh satu-satu
Seperti tetes-tetes air yang mengalir dari pancuran bambu
Di dekat sunga sana, yang berdiri tegak untuk tempat berwudhu
Lagi-lagi sang murid termangu
Ah, kenapa pula aku menangis, entah apa lagi ejekan yang kuterima setelah ini
Jika teman-teman melihat airmataku:
"Bodoh dan cengeng," kata mereka jika tahu

Sang murid menghapus airmatanya dengan jubah lusuh seragam belajarnya
Saat itu penglihatannya yang sudah tak lagi kabur karena airmata
Melihat dengan jernih tetesan-tetesan air di pancuran bambu
Subhanallah, Maha Suci Allah dengan segala kebesaranNya
Yang memeberi ilham pada semua manusia
Termasuk pada sang murid juga

"Otakmu bodoh seperti batu,
Pikiranmu seperti es yang beku..."
Ah, kalimat-kalimat itu...
Tapi, lihatlah wahai manusia
Di depan matamu sana di bawah pancuran bambu sederhana
Ada air yang menetes-netes,
Lalu ada apa lagi di sana?
Oh, ya ada batu!
Batu yang diperumpamakan seperti otakmu yang beku!

Tapi, mengapa ada lubang di batu itu?
Lubang yang sangat halus namun dalam,
Padahal, tak ada satupun benda keras di sana selain bebatuan yang lain
Tak mungkin jika batu dibenturkan batu akan terbentuk lubang seindah dan sehalus itu
Sang murid merenung dan merenung
Ketika senja hampir terbang di bawa pulang sang malam
Sang murid tersenyum senang

Segala Puji bagi Eggkau ya Allah
Tuhan semesta Alam
Yang Maha Pengasih da Penyayang...
Rabbul 'Alamin
Yang memberi perlindungan dan rahmatNya ke setiap makhluk
Sang murid pulang dengan riang
Hatinya penuh warna dan terasa ringan
Sang tak henti-hentinya memujiNya dengan segala pujian

Kelak, ia adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, ilmuwan dan yang msnyarahkan kitab-kitab shahih Bukhari yang termashyur di seluruh dunia dan di berbagi zaman
Gurunya yang dahulu,
Mungkin tak akan menyangka pula
Bahwa muridnya yang dahulu berkepala batu,
Pikiraanya beku,
dan susah menghafal kalam
Kelak menjadi penghafal hadis yang disegani

Surga itu tak jauh, teman
Bahkan, seperti Ibnu Hajar,
Jalannya dapat ditemui di depan mata
Melalui kisah sebongkah batu,
Dan air yang menetes dari pancuran bambu yang sederhana!